Liputankepri.com,Jakarta – Ahli Hukum Pidana Muzakir menilai kasus dugaan penistaan agama yang menyeret Gubernur DKI Jakarta nonaktif, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sudah memenuhi unsur penghinaan dengan dua alat bukti.
“Pertama ucapan Ahok yang direkam itu satu alat bukti. Yang kedua penyidik mencari bukti lain terkait konteks perkataan Ahok kala melakukan kunjungan kerja ke Kepulauan Seribu,” kata Muzakir ketika berbincang dengan Okezone, Minggu (13/11/20).
Ahok, kata Muzakir, mengatakan dibohongi pakai Surah Al-Maidah 51 macam-macam. Pada saat kunjungan kerja tersebut Ahok pada awalnya membicarakan konteks budidaya ikan kerapu, tiba-tiba saja melebar kepada Al-Maidah 51 yang memberikan efek agar dia dipilih oleh umat Islam.
“Kata macam-macam itu mengandung konotasi Alquran kok macam-macam. Surah Al-Maidah dikatakan macam-macam. Yang merasakan ini perwakilan dari umat islam yakni MUI,” katanya.
“Faktanya dia (Ahok) kunjungan kerja budidaya ikan kerapu tidak ada hubungannya sama Al-Maidah 51 tapi dia memakai Alquran seolah-olah isi Al-Maidah 51 untuk kepentingan dirinya supaya dipilih umat Islam. Kalau umat Islam merujuk ke Al-Maidah 51 maka Ahok tidak dipilih orang islam yang punya hak pilih. Konteksnya apa, kalau Pemilu kampanye duluan namanya,” ulasnya.
Oleh karena itu, lanjut Muzakir, dalam kasus ini yang menjadi taruhan adalah institusi kepolisian.
“Kalau bertindak tidak tepat dan tidak profesional resikonya ya ada gerakan yang melakukan reformasi kepolisian yang selama ini menurut saya sudah bagus. Kalau periode sekarang menjadi tidak bagus harus ada reformasi di bidang kepolisian, karena itu tadi profesionalisme taruhan lembaga kepolisian,” tukasnya. (fzy/lk)