Meranti– Bertepatan hari mangrove Sedunia Perkumpulan Meranti Peduli Lingkungan (PMPL) Meranti Riau Meminta Kapolri agar mengusut tuntas perkara kasus penyerobotan dan pembabatan serta perusakan hutan mangrove milik negara tanpa izin yang di duga dilakukan oleh perusahaan “siluman” asal Pekanbaru mendirikan Batching Plant di Desa Batang Meranti, Kecamatan Pulau Merbau, Kabupaten Kepulauan Meranti agar secepatnya mendapat kepastian hukum.
Pasalnya, Perusahaan “siluman” asal Pekanbaru yang di urus Muklis warga asal Penyalai yang ditangani penyidik Direktorat Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Kepolisian Daerah (Polda) Riau dan pihak Reskrim Polres Meranti berapa minggu lalu, belum diketahui progresnya.,Jum,at 26/07/2024
Seperti halnya di utarakan Iskandar selaku Penasehat Perkumpulan Meranti Peduli Lingkungan (PMPL) Ia mengatakan, kejahatan merusak hutan bakau bukanlah kejahatan biasa.
“Agar tidak ada pihak-pihal lain mengintervensi kinerja penyidik Meranti yang menanganinya, Untuk itu kita minta kepada Kapolri di bawah pimpinan Jenderal Polisi Drs. Listyo Sigit Prabowo dan Kapolda Riau Irjen. Pol. Mohammad Iqbal, untuk menegaskan bawahnya. Agar pelaku pengrusakan dan pembabatan hutan tersebut untuk bertanggung jawab dihadapan hukum,”Kata Iskandar.
Lanjutnya,”Pelakunya sudah diketahui, para saksi sudah diminta keterangan, barang bukti alat berat (Excavator) dan material dan pembangunan Batching Plant terlihat jelas didirikan di lapangan serta titik koordinat berada dalam kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) yang sebelumnya sudah dibebani persetujuan pengelolaan kepada Kelompok Mangrove Meranti Lestari sesuai Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor SK.4083/MENLHK-PSKL/PKPS/PSL.0/6/2020,”
“Maka dari itu kita terus kawal. Insyaallah dalam waktu dekat kami akan mempertanyakan kepada Reskrim Meranti, dan menyurati pihak Kapolda Riau untuk menanyakan sampai dimana progres penanganan kasus tersebut apakah masih dalam penyelidikan atau sudah masuk ke penyidikan,” Kata Iskandar.
Diwaktu yang sama, ia juga minta tersangka pelaku secepatnya ditangkap dan diadili sesuai dengan Pasal 98 ayat 1 UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Dengan ancaman hukuman pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 10 tahun dan denda paling sedikit Rp. 3 miliar dan paling banyak Rp. 10 miliar,”Terang Iskandar.
Terkait pembangunan Batching Plant dikawasan hutan tanpa mengatongi Izin Mendirikan Bangunan (INB) yang di perbarui OSS Berbasis Resiko yang mengangkangi Peraturan Daerah (Perda). Untuk itu, kita juga akan menyurati Satpol-PP untuk menertibkan atau menyegel dan membongkar bangunan tanpa izin yang merusak lingkungan tersebut.
Reporter: Tommy