Labuan Bajo – Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) atau program bedah rumah dari Pemprov NTT dinilai bermasalah oleh warga Desa Mbuit, Kecamatan Boleng, Kabupaten Manggarai Barat. Keganjalan tersebut dialami Pius Peledon, di mana terjadi pengurangan nominal bantuan yang ia dapatkan.
“Yang kita ketahui pagunya Rp 30 juta tetapi setelah tandatangan Rencana Anggaran Biaya (RAB) yang pertama kali hanya dapat Rp 14 juta lebih,” ungkapnya saat di konfirmasi awak media ini, Senin 31 Oktober 2022.
Di sisi lain, mengenai material juga mengalami hambatan. Dimana hingga saat ini belum seluruhnya material diterima oleh beberapa penerima bantuan.
“Saat ini saya masih menunggu sisa material yang belum komplit saya terima ,” keluhnya.
Ia pun memperingatkan kepada tim teknis yang merupakan bentukan dari Pemprov NTT agar mempercepat suplai sisa material yang belum saya terima hingga kini.
“Kalau molor dari waktunya, jangan salahkan penerima bantuan karena situasinya seperti ini,” kata Pius.
Selain itu, diduga adanya pembuatan RAB diluar kesepakatan bersama yang di lakukan oleh seorang Tenaga Fasilitator Lapangan (TFL) bernama Fiktor Pedon.
BSPS tahun 2017 dengan pagu 30 juta itu hanya untuk pengadaan material saja yang di alokasikan bagi 28 keluarga penerima bantuan yang tersebar di Desa Mbuit, Kecamatan Boleng,Kabupaten Manggarai Barat dengan sistem bangun baru. Namun, dalam pelaksanaannya ada sebagian yang hanya direhab,sebagiannya lagi bangun baru,” jelas Pius.
“Sebagian yang sudah tuntas itu jika diuangkan ada yang hanya 18 sampai 20an juta saja.Sementara pagu yang diketahui bersama 30 juta lebih mirisnya lagi punya saya yang tidak tuntas jika diuangkan hanya 14 juta lebih yang saya terima”,tuturnya.
Dikatakan,waktu itu dalam kesepakatan yang dibuat di kantor Desa Mbuit hanya memiliki satu RAB.Namun dalam perjalanan, ada tiga RAB dalam pelaksanaannya.
Kemudian, dalam kesepakatan bersama soal pendropingan material langsung turun ke setiap penerima bantuan. Sementara dalam pelaksanaan ,pendropingan material langsung ke rumah Yohanes Hurup Kepala Desa Mbuit kemudian baru di bagi ke setiap penerima bantuan.
“Kami bingung sekali pak,kenapa ada RAB lain yang dibuat pa Fiktor Pedon diluar Kesepakatan bersama seperti pengadaan pipa paralon dan kloset. Sementara, kesepakatan di kantor desa tidak ada itu.
Selain itu, pak Fiktor juga cari saya waktu itu untuk tanda tangan yang katanya mau cair uang supaya bisa turun material.Sementara dalam juknis dan mekanismenya harusnya drop dulu materialnya baru uangnya cair” ,cetus Pius penerima BSPS. Sementara Tenaga Fasilitator Lapangan(TFL) Fiktor Pedon saat diwawancarai media mengatakan bahwa saya hanya fasilitator.
Kami sudah menjalankan sesuai juknis dan mekanisme yang ada.Terkait laporan warga penerima yang belum tuntas itu bukan salah kami.Intinya uang 30 juta itu kami sudah belanjakan habis untuk pengadaan material sesuai aturan.
“Tahun 2017 itu saya tidak mau mengada-ada itu kah,saya punya catatan terkait penerimaan material, pendropingan juga,nanti pak kalau ada waktu ke rumah liat itu berkasnya dan saya tidak berkomentar banyak karena di situ saya punya jawaban.
Untuk penerima bantuan yang belum tuntas itu kami sudah drop semua materialnya ,hanya mereka sendiri yang tidak mau kerja,” ungkap Fiktor.
Terpisah, Popin Jelahu selaku sebagai Kordinator BSPS 2017 saat diwawancara awak media ini hanya mengatakan bahwa saya hanya menginput data dari pak Fiktor Pedon. Dan kita sudah buat laporan pertanggungjawabannya ke pusat.**