liputankepri.com, Karimun – Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP), Kementrian Kelautan dan Perikanan RI terkejut atas pemberitaan media online di Karimun, terkait adanya kasus munculnya sertifikat tanah hingga ke laut.
Menyikapi hal tersebut Ditjen PSDKP menurunkan tim untuk melakukan penelusuran benar tidaknya kasus tersebut. Selain itu mengumpulkan bukti terkait di terbitkannya sertfikat tanah hingga ke laut di kawasan pesisir pantai Kuda Laut, Kelurahan Baran, Kecamatan Meral, Kabupaten Karimun, Sabtu (25/11/2017).
Berdasarkan keterangan dari Kepala PSDKP Kabupaten Karimun, Zaki, mengatakan bahwa tim dari PSDKP pusat untuk mengumpulkan data dilapangan terkait pemberitaan di media online tentang adanya laut yang bersertifikat.
“Kami ini hanya sebagai pelaksana instruksi dari pusat, jadi tidak bisa berkomentar apapun. Kewenangannya di pihak Dirjen, kami hanya mengumpulkan bahan dan keterangan yang lagi heboh di karimun, dan nantinya pusat yang akan memutuskan,” ucapnya.
Zaki menambahkan, pusat mengetahui informasi ini dari media sosial. Bahwa di Kabupaten Karimun ada laut bersertifikat yang di terbitkan olehBadan Petanahan Nasional (BPN).
“Seperti info di media sosial bahwa laut kok bisa disertifikatkan, apa yang terjadi dikarimun. Hal Ini yang mendasari kami diutus untuk mendampingi tim dari Jakarta mencari informasi lebih lanjut dan nanti akan kita kirim ke Jakarta dan pusat yang bisa memberikan keputusan”.ucap Zaki mengakhiri.
Dikesempatan yang sama, kuasa hukum para nelayan kawasan pesisir Kuda Laut, Edwar Kelvin Rambe memgatakan, nelayan memiliki legal standing yang kuat scara turun emurun di laut. Untuk itulah mereka menentang keras saat Pengadilan Negeri Tanjungbalai Karimun melakukan eksekusi lahan pada Jumat 17 November 2017 lalu.
“Nelayan ini memiliki legal stending yang kuat karena mereka sudah turun menurun mengaiz rezeki di laut dan ini menyangkut kepentingan umum,” jelas Edwar, kepada wartawan, Sabtu (25/11/2017)
Edwar juga mengatakan, sesuai UUD 1945 pasal 18b, di jelaskan, Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya. Sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.
“Sangat tidak rasional, menurut undang undang 100 m dari bibir pantai ini tidak bisa diterbitkan Surat Hak Milik (SHM), nah sementara yang terjadi disini, BPN telah menerbitkan SHM,” tegas Edwar . (ron)