Liputankepri.com,Jakarta – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) meminta pemerintah untuk tidak khawatir dengan langkah PT Freeport Indonesia yang kabarnya telah mengajukan arbitrase ke badan hukum internasional.
Di mana perusahaan tambang milik McMoran menolak perubahan aturan izin ekspor konsentrat dengan syarat mengubah status perizinan dari Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
Wakil Ketua Komisi VII DPR Satya Yudha menilai, pemerintah pasti sudah memikirkan bagaimana implementasi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2017 tentang perubahan keempat atas PP Nomor 23 Tahun 2010 tentang Mineral dan Batubara.
Atas dasar aturan tersebut, maka Freeport dan perusahaan tambang lainnya dimungkinkan melakukan ekspor konsentrat. Artinya, pemerintah bekerja sekuat tenaga supaya investasi ini berjalan.
“Tentu yang kita menginginkan sambutan positif dari Freeport, dalam rangka menerapkan UU Minerba, maka proses hilirisasi juga tidak boleh terhambat sambil ekspor dijalankan. Ini kan sebetulnya dua hal yang ditempuh pemerintah,”tuturnya,seperti yang dilansir laman Okezone di Gedung Dewan Pers, Jakarta, Minggu (19/2/2017).
Satya melanjutkan, karena pemerintah sudah tahu konsekuensi dalam menerapkan aturan ini, maka apapun yang terjadi harus siap. Termasuk soal Freeport yang mengajukan arbitrase ke badan hukum internasional.
“Pemerintah harus kuat. Kita pernah menang waktu Newmont melakukan arbitrase. Tidak ada hal yang mesti dikhawatirkan. Negara kita berdaulat, tentunya harus berani banding,”tuturnya.
Sementara itu, Satya mengapresiasi sikap Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan yang tidak mempersoalkan hal arbitrase Freeport. Di mana lebih baik Freeport menempuh jalur arbitrase daripada harus memutus hubungan kerja karyarwannya lantaran tidak bisa ekspor konsentrat.
“Seperti dikatakan Menteri ESDM, jangan gunakan karyawan yang dibentukan ke pemerintah. Itu kita hindarkan lah, karena kita ingin situasi suasana investasi yang kondusif,” tandasnya.
(rzk)