Dalam praktik penegakan hukum, bukan hal aneh apabila aparat Polri harus “berhadapan” dengan aparat penegak hukum lainnya dalam proses penyidikan suatu perkara pidana. Misalnya Polri dengan Kejaksaan, dalam menangani kasus korupsi, Polri dengan TNI Angkatan Laut dalam menangani kasus pidana di wilayah perairan, serta Polri dengan PPNS, untuk penanganan kasus tindak pidana khusus, seperti kasus Hak atas Kekayaan Intelektual, Kehutanan, Kepabeanan, dan sebagainya,
Kondisi disharmonis antara aparat penyidik Polri dengan penyidik pada institusi lain di Kepulauan Riau ini, dapat dipastikan akan memunculkan persepsi negatif terkait kinerja lembaga-lembaga tersebut, yang pada gilirannya akan menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap hukum (termasuk aparat penegak hukum). Padahal, peran aparatur penegak hukum dalam konteks penegakan hukum menempati posisi yang sangat strategis dan menentukan menuju terciptanya supremasi hukum.
Kondisi disharmonis antar aparat penegak hukum dalam menanganani kasus-kasus pidana, sejatinya telah memperoleh perhatian utama dari Pimpinan Polri, sehingga tidak berlebihan apabila dalam Grand Strategi Polri 2005-2025, khususnya pada tahapan kedua yaitu tahapan Membangun Kemitraan (Partnership Building), masalah harmonisasi penegakan hukum antar Polri dengan instutusi penegak hukum lainnya menjadi salah satu issu sentral yang memerlukan pembenahan segera.
Oleh karena itu, memandang pentingnya terwujud koordinasi yang sinergis antar aparat penegak hukum, khususnya dalam kerangka penegakan hukum, sebagai salah satu wujud membangun kebersamaan/kemitraan (partnership building), maka perlu disusun strategi guna peningkatan koordinasi antar instansi penegak hukum di Bumi Berazam Kabupaten Karimun Kepulauan Riau.