
Meranti – Meski Presiden Prabowo Subianto telah Ultimatum kepada aparat penegak hukum agar menindak tegas terhadap perusahaan yang melanggar aturan pertanahan dan hutan. Hal itu di instruksi langsung orang Nomor satu di Indonesia saat memimpin Sidang Kabinet Paripurna di Istana Negara, Jakarta, Rabu 22/01/2025 kemaren.
Namun ultimatum Presiden Prabowo Subianto tersebut sepertinya tidak berlaku terhadap kasus perusahaan “Siluman” asal Pekanbaru Riau milik salah satu kontraktor orang kita Tionghoa bernama SANTO. di urus oleh MIRAL dan MUKLIS yang diduga menjadi mafia penyerobotan dan merusak kawasan hutan mangrove tanpa izin di Meranti.
Dimana kasus yang di tangani penyidik Penegak hukum baik di daerah maupun di Provinsi Riau sejak tahun 2024 sampai tahun 2025 ini, sepertinya perusahaan tersebut mendapat perlakuan khusus dari penegak hukum sehingga sampai saat ini pelaku belum tersentuh hukum.
Untuk diketahui kembali sebagai mana di beritakan media ini sebelumnya. Kronologi berawal sekira bulan April 2024 lalu, terdapat salah satu perusahaan dibidang kontruksi asal Pekanbaru Riau untuk mengembangkan usahanya membangun Batching Plant dengan cara merambah hutan mangrove di bawah pengawasan negara yang di amanat kan Kementerian kepada Kelompok Mangrove Meranti Lestari di pinggir pantai sungai Desa Batang Meranti, Kecamatan Pulau Merbau, Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau tanpa izin.

Tidak tamgung-tangung, untuk menguasai areal secara ilegal tersebut mereka mengunakan dua unit alat berat ekskavator merek CAT 55 warna kuning dan HITACHI 20 warna oren membuka dan membabat hutan mangrove hingga gundul seluas lebih kurang 40 meter persegi di pinggir pantai.
Dari pengakuan salah satu operator ekskavator, mereka berani membabat hutan mangrove tanpa izin dan membangun Batching Plant secara ilegal di pinggir pantai tersebut diperintahkan saudara MUKLIS dan MIRAL yang merupakan pengurus perusahaan “Siluman” asal Pekanbaru.
Kabid investigasi Perkumpulan Meranti Peduli Lingkungan (PMPL), Iskandar juga berharap kepada penegak hukum secepatnya merespon instruksi Presiden agar menindak tegas pelaku untuk mempertanggung jawabkan secara hukum.
“Kasus seperti Ini sudah menjadi intensi presiden, penegak hukum harus secepatnya menindak pelaku, berbagai pihak sudah di minta keterangan oleh pihak kepolisian dan para saksi seperti Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui PLH UPT Kesatuan Pengelolaan Hutan, Kabupaten Kepulauan Meranti, Kades desa setempat, Camat setempat dan ketua kelompok sudah di periksa bahkan sudah di tuang dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) bahwa perusahaan tersebut membabat dan menguasai hutan tersebut tidak memiliki izin,” tutur iskandar.
lanjutnya, dengan begitu tidak sulit lagi bagi penegak hukum untuk menindak tegas pelaku sesuai Pasal 82 Ayat 1 huruf a dan/atau Pasal 83 Ayat 1 huruf a dan/atau Pasal 85 Ayat 1 dan/atau Pasal 94 ayat 1 huruf a Undang-Undang RI Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, dan/atau Pasal 78 Ayat 6 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang Juncto Pasal 55 ayat 1 Ke-1 KUHPidana.
Atas perintah presiden tesebut awak media ini, Minggu 26/01/2025 melakukan konfirmasi kepada Kapolda Riau Irjen. Pol. Mohammad Iqbal, S.I.K., M.H. ia mengarahkan awak media agar komunikasi ke bagian Humas Polda Riau.
“Ke Kabid humas saja pak,” Kata Irjen. Pol. Mohammad Iqbal mengarahkan awak media ini melalui balasan pesan WhatsApp pribadinya.
Namun Kabid Humas ketika dikonfirmasi media ini untuk dimintai keterangannya sebagai mana diarahkan Kapolda Riau melalui WhatsApp pribadinya belum menanggapi atau merespon atas arahan tersebut hingga saat ini.
Begitu juga dengan MUKLIS yang diduga otak pelaku, sejak kasus ini mencuat di media, tidak pernah menanggapi atau merespons setiap kali di konfirmasi awak media, ia memilih bungkam. Meski nomor WhatsApp pribadinya +62 852-726x-xxxx dalam keadaan aktif.
Reporter: Tommy
