
Meranti– Perkumpulan Meranti Peduli Lingkungan (PMPL) Kabupaten Kepulauan Meranti meminta aparat penegak hukum (APH) mengusut tuntas kasus mafia penyerobotan kawasan hutan mangrove tanpa izin di pinggir sungai Belokob, Desa Batang Meranti, Kecamatan Pulau Merbau, Kabupaten Kepulauan Meranti Riau.
Tak hanya itu, jika aparat penegak hukum (APH) daerah maupun Polda Riau tidak mampu mengusut tuntas kasus tersebut, mereka juga meminta kepada Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum KLHK) dan Kapolri Jenderal Polisi Drs. Listyo Sigit Prabowo, M.Si untuk mengusut dan melakukan supervisi atas kasus tersebut.
Pernyataan itu disampaikan oleh Kabid investigasi PMPL Iskandar, bukan tanpa alasan. Karena sudah lima bulan kasus perusahaan “Siluman” asal Pekanbaru Riau milik salah satu kontraktor orang kita Tionghoa bernama SANTO. Yang di urus oleh MIRAL dan MUKLIS asal warga desa Penyalai yang menjadi mafia penyerobotan dan merusak kawasan hutan mangrove tanpa izin di meranti yang ditangani penyidik daerah belum ada titik terang.
“Wajar kalau publik mempertanyakan, keberadaan Gakkum KLHK Dan Kapolri, Mengapa MUKLIS dari pihak perusahaan terduga pelaku tidak tersentuh hukum. Hingga pelaku dengan leluasa sempat telah menghilangkan barang buti berupa dua alat berat (Excavator) di lokasi yang digunakan melakukan kejahatan,” kata Iskandar kepada media ini, Minggu 17 November 2024.

Terlebih lagi dalam proses kasus ini, selain MUKLIS yang bungkam belum diketahui penyebabnya pihak kepolisian Kabupaten Kepulauan Meranti juga memilih bungkam soal penyidikan kasus tersebut dan belum diketahui penyebabnya, Ini tentu menjadi asumsi buruk bagi masyarakat.
“Siap bg. Jaringan sedang tidak bagus” hanya itu yang keluar dari MUKLIS melalui pesan WhatsApp, ketika di konfirmasi media ini, Rabu November 2024.
Tidak hanya itu, pihak kepolisian polres meranti ketika di konfirmasi media ini juga memilih bungkam soal perkembangan kasus tersebut.
“Masih proses lidik bg,” kata singkat Kapolres Kep Meranti AKBP Kurnia Setyawan SH SIK melalui Kanit Reskrim Polres Meranti membalas pesan WhatsApp, Rabu November 2024.
Padahal dari keterangan para saksi serta buti-bukti dalam proses penyidikan susah jelas bahwa MUKLIS dan MIRAL yang memerintahkan operator alat berat (Excavator) melakukan pembabatan kayu mangrove mencapai volume sekitar 40 meter persegi didalam kawasan hutan milik negara yang di kelola oleh Kelompok Mangrove Meranti Lestari tanpa izin dan membangun Batching Plant secara ilegal.
Budiansyah salah satu saksi dalam proses penyelidikan dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui PLH UPT Kesatuan Pengelolaan Hutan, Kabupaten Kepulauan Meranti, sebelumya juga sudah menegaskan bawa pihak perusahaan membabat hutan mangrove tersebut tidak memiliki izin. Dan kawasan hutan tersebut sudah ada peruntukannya.
“Sesuai titik koordinat lokasi pada peta lampiran Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor SK.759/MENLHK/SETJEN/PLA.0/7/2023 tanggal 11 Juli 2023,” kata Budiansyah sebelumya kepada media ini.
“Hutan Mangrove yang dibabat itu berada dalam kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) yang sudah dibebani persetujuan pengelolaan kepada Kelompok Mangrove Meranti Lestari sesuai Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor SK.4083/MENLHK-PSKL/PKPS/PSL.0/6/2020 yang tidak boleh dibabat,”Jelasnya.
Bedasarkan keterangan para saksi itu, menurut Iskandar, tidak ada alasan bagi pihak penegak hukum mengulur-ngulur waktu untuk menindak tegas dan menangkap pelaku perusakan hutan tersebut guna untuk menjadi pembelajaran bagi pihak-pihak lainnya.
Dan sudah seharusnya pelaku dijerat Pasal 82 Ayat 1 huruf a dan/atau Pasal 83 Ayat 1 huruf a dan/atau Pasal 85 Ayat 1 dan/atau Pasal 94 ayat 1 huruf a Undang-Undang RI Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, dan/atau Pasal 78 Ayat 6 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang Juncto Pasal 55 ayat 1 Ke-1 KUHPidana.
Terkait isu yang di mainkan pelaku untuk memuluskan aksinya dan mengelabuhi penegak hukum, masyarakat sekitar, serta pemerintah Desa dan Kecamatan, bahwa mereka Menyerobot dan merusak hutan mangrove untuk mengerjakan proyek jalan pemerintah di wilayah tersebut, Serta mengancam masyarakat, apabila kegiatan ilegalnya di permasalahkan maka dianggap menghambat pembangunan pemerintah yang berada di daerah sekitarnya.
“Sederhana saja, jika benar mereka selaku pemenang lelang proyek jalan pemerintah di wilayah tersebut seperti di isukan dimasyarakat. penyidik tinggal meminta ada atau tidak Kontraknya atau Surat Perintah Kerja, masa kita yang mengajar polisi berbaris,” kiasi skandar.
Reporter: Tommy
