“Untuk diketahui, posisi Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia tumbuh 6,2 persen (Yoy) menjadi US$ 323,8 miliar di akhir kuartal II-2016. Rasio ULN ini setara dengan 36,8 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) atau sedikit meningkat dari kuartal I ini sebesar 36,6 persen.
Liputankepri.com – Bank Indonesia (BI) mulai mewaspadai rasio total pembayaran pokok dan bunga utang luar negeri (ULN) terhadap total penerimaan transaksi berjalan alias debt service ratio (DSR). Pasalnya kinerja ekspor Indonesia masih terkontraksi, sehingga hasil devisa ekspor akan terpengaruh.
“Kami melihat rasio ekspor yang belum tumbuh karena harga-harga komoditas yang belum baik membuat rasio servicing kita cukup perlu diwaspadai,” ujar Gubernur BI, Agus Martowardojo di Gedung BI, Jakarta, Senin (19/9/2016).
Untuk diketahui, posisi Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia tumbuh 6,2 persen (Yoy) menjadi US$ 323,8 miliar di akhir kuartal II-2016. Rasio ULN ini setara dengan 36,8 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) atau sedikit meningkat dari kuartal I ini sebesar 36,6 persen.
Rincian ULN sebesar US$ 323,8 miliar, terdiri dari sektor publik sebesar US$ 158,7 miliar atau 49 persen dari total ULN. Sementara ULN sektor swasta mencapai US$ 165,1 miliar atau 51 persen dari total ULN. ULN sektor publik tumbuh 17,9 persen dan swasta turun 3,1 persen secara tahunan (Yoy).
Agus mengaku, porsi nilai utang dari swasta lebih besar daripad ULN pemerintah. Namun dipastikannya mayoritas ULN tersebut bertenor panjang dan paling besar dilakukan dari non perbankan. Sehingga secara umum Mantan Menteri Keuangan ini menilai bahwa utang ini masih terkendali.
“Utang yang non bank terkendali karena proses persetujuannya melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan BI. Tapi kalau yang swasta kita mengeluarkan peraturan untuk kehati-hatian sehingga ULN terus selalu memenuhi hedging ratio dan rating kredit. Kita yakini terjaga dengan baik, apalagi tahun ini sudah mulai kita lihat kualitas laporannya yang diendorse kantor akuntan,” jelasnya.
Ia menegaskan, utang yang dieksekusi sektor swasta ini digunakan untuk kegiatan produktif. Utang tersebut juga sudah menerapkan lindung nilai (hedging) supaya terhindar dari volatilitas kurs rupiah.
“Berhutang tidak apa, asal digunakan kegiatan produktif. Selama ini kita jaga penggunaannya untuk produktif dan didukung hedging sehingga tidak membuat risk foreign exchange,” pungkas Agus. (Fik/Gdn)