Tajuk – Setiap hari rakyat “berteriak” meminta perubahan. Meminta akses pelayanan kesehatan dan pendidikan. Meminta sistem drainase yang baik, yang mampu mencegah banjir di musim penghujan. Meminta perbaikan tata kota. Meminta perbaikan tata kelola birokrasi.
Meminta keseriusan para penyelenggara negara memberantas korupsi.Teriakan itu biasanya sangat lantang pada saat kampanye pemilu. Ketika para kandidat anggota dewan, calon bupati dan walikota, calon gubernur, dan calon presiden datang meminta dukungan, rakyat mendapat kesempatan untuk “berteriak” selantang-lantangnya meminta perubahan. Hanya lima tahun sekali para jelata dan kelas menengah mendapat kesempatan untuk meneriakkan penderitaan mereka.
Biasanya, para kandidat datang menghampiri konstituen dengan memposisikan diri sebagai dewa penyelamat. Mereka menebar janji untuk membuat perubahan. Namun, setelah terpilih, aspirasi rakyat dilupakan. Janji yang pernah dilontarkan tak lagi diingat. Kepentingan pribadi, kelompok, dan partai memaksa mereka lupa semua janji manis. My word is not bond. Seakan-akan janji bukan kewajiban.
Lima tahun kemudian, tanpa malu, para pengobral janji itu datang lagi. Mereka menghampiri rakyat bukan terutama untuk mengangkat rakyat dari penderitaan, melainkan dukungan suara agar menang dalam pertarungan.
Marilah kita berpikir sejenak untuk memilih pemimpin yang benar-benar memikirkan rakyatnya dimasa yang akan datang…