Liputankepri-.com – Dua proyek besar yang digadang-gadang bakal menjadi urat nadi perekonomian di Riau kini berubah jadi monumen kekecewaan. Pembangunan Jembatan Padamaran II di Rokan Hilir dan Jembatan Perawang di Kepulauan Meranti yang dikerjakan oleh PT Nindya Cakti Karya Utama, kini terbengkalai tanpa kepastian.
Awalnya, proyek ini disambut harapan. Namun, bau tak sedap mulai tercium ketika proyek hanya berjalan sebatas pencairan uang muka. Setelah dana awal cair, rekanan kabur, lokasi proyek kosong, dan masyarakat dibiarkan menggantungkan harapan pada konstruksi yang tak pernah selesai.
Lebih mengejutkan lagi, muncul dugaan bahwa proyek ini bukan sekadar gagal secara teknis, melainkan sarat kepentingan gelap. Informasi yang dihimpun menyebutkan adanya indikasi pencucian dana APBD Provinsi Riau tahun 2024, dengan oknum Dinas PUPRKPP Riau yang diduga menikmati gratifikasi berupa mobil mewah.
“Sudah pada dapat bagian mereka. Kabid Bina Marga Teza Darsa dan PPTK Ferdi Arif dikasih Innova putih oleh Menkon PT Nindya Cakti Karya Utama,” ujar seorang subkon yang merasa tertipu, saat dihubungi via WhatsApp, Minggu 4 Mei 2025.
Kondisi ini bukan hanya memukul pemerintah daerah, tapi juga rakyat kecil. Jembatan Perawang yang semestinya menghubungkan Desa Bandul, Selat Akar, dan desa-desa lain di Kecamatan Merbau serta Tasik Putripuyu, kini hanya menyisakan bekas mimpi. Masyarakat yang tadinya berharap akses mudah kini terpaksa kembali bergantung pada kapal kecil untuk menyeberang, dengan risiko dan biaya yang jauh lebih tinggi.
PT ONGIS BATAM, selaku subkontraktor, pun ikut jadi korban. Mereka sudah menanam investasi besar, tetapi harus menelan pil pahit karena proyek mangkrak tanpa kejelasan pembayaran.
Dengan nilai proyek mencapai Rp 36,7 miliar, seharusnya ini menjadi tonggak pembangunan yang membanggakan. Namun, yang terjadi justru sebaliknya: proyek jadi mangkrak, rakyat dirugikan, negara merugi, dan aroma korupsi makin menyengat.
Kini publik menunggu, apakah kasus ini hanya akan menjadi berita sesaat atau benar-benar diusut hingga tuntas? Sebab, bagi masyarakat yang hidup di ujung jembatan harapan, keadilan bukan sekadar kata, tapi kebutuhan nyata.
“Kita sebagai subkon hampir 3 miliar belum dibayar, atas hal ini kita minta negara juga hadir. Lanjutnya, karena menkon beralamat di bogor dan cek dikeluarkan di bogor kita sudah melaporkan ke pihak kepolisian di Bogor atas tidak pidana cek kosong yang di berikan menkon, saat ini sedang berproses beberapa pihak terkait sudah di panggil dan di periksa,” Kata pak Nono salah satu korban.
Sementara itu, Dinas PUPRKPP Riau mulai dari PPTK, Kabid dan kepala dinas belum dapat di minta keterangan, beberapa kali di hubungi nomornya tidak aktif begitu juga ketika dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp nomornya juga tidak aktif. hingga berita ini diterbitkan
Reporter: Tommy /Tim.