Liputankepri.com,Jakarta – Kenaikan harga sejumlah kebutuhan bahan pokok menjelang dan saat Ramadan hingga Lebaran pada tahun-tahun sebelumnya selalu terjadi dan seringkali tak terkendali.
Sejumlah pihak mensinyalir ada pihak tertentu yang dengan sengaja menahan atau menimbun stok kebutuhan pokok pada saat masyarakat membutuhkan sehingga stok di pasaran berkurang yang berakibat harga melonjak.
Pada saat menjelang Lebaran spekulan pun beraksi dan mereka tak memedulikan ancaman pemerintah agar tak ada penimbunan walaupun ancamannya hukuman pidana.
Kelakuan kartel, spekulan dan penimbun yang selalu terus mencari keuntungan tak wajar jelang Ramadhan, membuat Komisi Pengawas Persaingan Usaha harus turun ke lapangan untuk melihat langsung kondisi sebenarnya dan mencari bukti.
Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Syarkawi Rauf mengatakan kartel di Indonesia saat ini sudah masuk ke tahap bertentangan dengan hukum.
“Namun demikian pemerintah dan para penegak hukum tidak mau menyentuhnya, karena dengan berbagai alasan dan pertimbangan,” kata Syarkawi di sela acara “Workshop on Abuse of Dominance and Unilateral” di Kuta, Bali.
Ia mengamati para penegak hukum tidak paham dengan upaya konspirasi para pengusaha, dan di sisi lain adanya pembiaran karena terjadi konspirasi dengan kelompok pengusaha pelaku kartel.
“Kartel yang dilakukan sekelompok pengusaha itu justru sektor yang menyangkut hajat hidup orang banyak termasuk bahan pokok yang menjadi kebutuhan sehari-hari. Dan kerugiannya sangat fantastis. Kartel daging ayam misalnya, kerugiannya bisa mencapai Rp300 triliun lebih per tahun,” katanya.
Menurutnya, siapa yang menyangka jika kartel daging ayam bisa mencapai kerugian hingga Rp300 triliunan per tahun. Itu baru satu sektor. Belum lagi sektor lainnya yang menyangkut hajat hidup orang banyak.
Ia mengatakan ada beberapa usaha yang dikartelkan, di antaranya daging ayam, daging sapi, bawang merah dan bawang putih, ban mobil ring 14 dan 15, paket pesan singkat (SMS) oleh beberapa operator telekomunikasi, industri farmasi, dan masih banyak sektor lainnya yang menguasai hajat hidup orang banyak.
Untuk daging ayam misalnya, harga di peternak setelah diteliti hanya antara Rp10 ribu sampai Rp15 ribu per kilogram. Sementara harga di tingkat pasar modern, pasar tradisional melonjak menjadi Rp30 ribu hingga Rp40 ribu.
“Di sini sudah terjadi disparitas harga yang begitu tinggi. Bahkan, pemerintah pernah meminta untuk melakukan pengapkiran enam juta ekor ayam di Indonesia karena terjadi kelebihan stok daging ayam,” katanya.
Bukan hanya dagimng sapi, sektor pertanian seperti bawang juga tak luput dari perhatian KPPU mengingat komoditas itu termasuk rentan terhadap penimbunan.
KPPU mendorong intervensi pemerintah dalam mengendalikan harga bawang merah agar menjadi lebih murah menjadi Rp20.000-Rp25.000 per kilogram dari harga sekarang Rp60.000 di beberapa kota besar.
Untuk itu M. Syarkawi Rauf melakukan inspeksi mendadak (sidak) bawang merah yang difokuskan di Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur, untuk melihat langsung di lapangan.
“Dalam rangka mengantisipasi kenaikan harga bahan pangan jelang bulan puasa dan lebaran, KPPU melakukan serangkaian inspeksi mendadak di beberapa kota, yang diawali dengan sidak distribusi bawang merah di Jawa Timur,” katanya.
Dalam sidak itu KPPU ingin mengetahui penyebab kenaikan harga bawang merah, mata rantai distribusi pemasaran bawang merah, serta kemungkinan pengusaan pasar dalam salah satu titik distribusi yang menyebabkan kelangkaan pasokan sehingga harga menjadi naik.
Melalui sidak ini KPPU ingin memberikan sinyal ke pelaku pasar bahwa pedagang besar secara terus menerus dimonitor atau diawasi perilakunya oleh KPPU.
“Sehingga diharapkan pelaku pasar tidak melakukan tindakan antipersaingan atau praktek kartel seperti yang terjadi pada distribusi bawang putih dan daging sapi,” demikian siaran pers itu.
Informasi yang dikumpulkan melalui sidak ini akan menjadi dasar bagi KPPU dalam menyampaikan saran kepada pemerintah terkait pasokan bahan kebutuhan pokok menjelang puasa dan lebaran (Juni-Juli 2016).
KPPU mengatakan intervensi pemerintah dapat dilakukan pada tahap pra tanam dengan memberikan bantuan permodalan kepada petani bawang. Sementara pascapanen pemerintah diharapkan ikut menyerap bawang petani untuk menstabilkan harga.
Saat ini, impor bawang merah tidak diperlukan karena Indonesia surplus bawang merah. Tahun 2015 produksi bawang merah diperkirakan sekitar 1,2 juta ton dan konsumsi hanya 980.000 ton. Artinya ada surplus sekitar 220.000 ton.
Impor bawang merah bukan solusi, tetapi perlu manajemen stok bawang merah nasional.
Terhadap penimbunan atau penahanan pasokan yang dilakukan secara bersama-sama oleh pedagang besar akan diinvestigasi. Jika terdapat alat bukti yang kuat maka akan dilanjutkan terhadap proses perkara.
Komisioner KPPU Saidah Sakwan memprediksi enam komoditas pangan, yakni daging sapi, daging ayam, telur, cabai, bawang merah, dan gula akan naik menjelang Ramadhan dan Lebaran.
“Kami sudah menyiapkan beberapa langkah, yaitu pemantauan kondisi faktual pasar komoditas pangan serta melakukan kajian dan penelitian untuk pemutakhiran data komoditas pangan dengan tingkat akurasi yang tinggi,” katanya.
Selain itu, lanjutnya juga akan melakukan koordinasi dengan Kementerian/lembaga teknis, Dinas teknis terkait, Asosiasi, Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) serta mendorong Pemerintah Pusat dan Daerah untuk memperbaiki mekanisme penyimpanan komoditas pangan.
Ia mengatakan langkah-langkah tersebut harus segera dilakukan untuk melindungi kesejahteraan konsumen serta menekan terjadinya gejolak pangan yang akhir-akhir ini mulai dirasakan masyarakat.
“Kami akan melakukan pengawasan, khususnya kepada para pengusaha karena sesuai temuan di lapangan terdapat hukum permintaan. Adanya kesepakatan harga antar pengusaha atau kartel juga akan menyebabkan tingginya beberapa komoditas pangan,” paparnya.
Ia mencontohkan daging sapi. Ada 62 industri yang beroperasi di Indonesia, namun hanya ada dua pelaku usaha, yaitu industri dari Singapura dan Thailand yang menguasai 65 persen pasar daging sapi.
“Biasanya pada bulan Juni-Juli akan ada penurunan impor daging sapi dari Australia. Pada momen ini, kami melihat apakah ada kesepakatan dari pengusaha untuk sengaja mengurangi pasokan, karena kalau pasokan berkurang, maka harga akan naik,” jelasnya.
Oleh karena itu, ia menambahkan pihaknya juga akan melakukan pengawasan terkait perilaku pelaku usaha dalam komoditas pangan. Langkah tersebut juga akan dikoordinasikan dengan instansi terkait.
Kepala Kantor Perwakilan Daerah (KPD) KPPU Surabaya Aru Armando, mengatakan gula pasir menjadi fokus dari KPPU, namun tidak akan mengabaikan komoditas pangan lainnya.
“Gula pasir berada dalam status waspada, apalagi adanya dugaan industri gula rafinasi impor yang dijual tanpa merek dalam karung, sehingga akan merugikan industri gula rafinasi nasional,” katanya.
Dengan adanya pengawasan yang ketat diharapkan tak lagi terjadi lonjakan harga tak terkendali dipasaran sehingga masyarakat tak lagi merogoh kantong lebih dalam, disamping stok kebutuhan pokok yang selalu tersedia.**