Liputankepri.com,Batam- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta keterangan tujuh kepala dinas Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) terkait kasus operasi tangkap tangan (OTT) Gubernur Kepri nonaktif Nurdin Basirun.
“Ada enam atau tujuh kepala dinas, ada juga kabid, staf dan supir,” kata Kepala Biro Hukum Pemprov Kepri, Heri Mokhrizal, di sela pemeriksaan KPK, di Mapolres Barelang, Batam, Rabu, 24 Juli 2019.
Pemeriksaan dilakukan bertahap, hingga Jumat 26 Juli 2019, di Mapolres Barelang, Batam, Kepri. Heri mengungkap ada delapan pejabat di lingkungan Pemrov Kepri yang diperiksa hari ini.
“KPK menanyakan terkait prosedur penerbitan izin. Kami sampaikan normatif saja,” ucapnya.
Dia mengaku KPK tak meminta dokumen darinya. Dia memastikan Pemprov Kepri belum menerbitkan izin reklamasi.
“Tapi izin prinsip diserahkan ke OPD (organisasi perangkat daerah),” ungkapnya.
Di tempat yang sama, Kepala Dinas Perhubungan Kepri Jamhur Ismail mengatakan KPK hanya menanyakan tugas pokok dan fungsi jabatannya. Sementara itu Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kepri, Abu Bakar, menolak memberikan keterangan kepada media.
Selain Heri, Jamhur dan Abu Bakar, juga tampak pejabat Pemprov Kepri, Muhammad Darwin di sekitar Mapolresta Barelang. KPK memberikan waktu kepada pejabat Pemprov Kepri yang diminta keterangan untuk salat Zuhur.
KPK menetapkan Nurdin sebagai tersangka penerima suap bersama dua pihak lain yakni Edy Sofyan dan Budi Hartono. Sedangkan Abu Bakar ditetapkan sebagai pemberi suap.
Keempatnya diduga terlibat praktik rasuah terkait izin prinsip dan lokasi pemanfaatan laut, proyek reklamasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil Kepri Tahun 2018-2019. Nurdin cs diduga menerima suap secara bertahap.
Pemberian pertama terjadi pada 30 Mei 2019 sebesar SGS5.000 dan Rp45 juta. Kemudian pemberian selanjutnya terjadi pada 10 Juli 2019, Abu Bakar memberikan tambahan uang sebesar SGD6.000 kepada Nurdin melalui Budi.
Nurdin disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sementara Edy dan Budi dijerat Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Sedangkan Abu Bakar dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.***